Senin, 30 Agustus 2010

Berguru Pada seorang FEDERIC KANOUTE

Rasulullah saw pernah bersabda, "Tiap Muslim wajib bersedekah." Para sahabat bertan.ya, "Bagaimana kalau ia tidak memiliki sesuatu?". Nabi saw menjawab, "Bekerja dengan keterampilan tangannya untuk kemanfaatan bagi dirinya, lalu bersedekah" (HR. Bukhari dan Muslim)

inilah yang diperlihatkan oleh seorang Federic Kanoute, untuk memberi kontribusi bagi agama dan saudara-saudaranya yang seiman.

anda suka sepakbola pasti kenal dengan nama ini, pemain kelahiran Eropa ini lahir di Sainte-Foy-les-Lyon, Prancis, 2 September 1977. Ia memulai karier sebagai pemain sepakbola profesional bersama dengan tim lokal Olympique Lyon, bahkan sempat terpilih memperkuat timnas Prancis U-21.
Kemudian ia pindah ke West Ham United pada 2000, mencetak sebanyak 29 gol dalam empat musim kompetisi. Pada 2003, ia bergabung ke Tottenham Hotspur.
Merasa tersentuh dengan apa yang dialami negara asal ayahnya Mali, ia membela timnas Mali pada 2004 dan bermain di Piala Afrika. Ia telah menjaringkan empat gol untuk menghantar timnas Mali lolos sampai semi-final.

Bersama dengan Tottenham selama dua musim kompetisi, ia mampu melesakkan 14 gol ke gawang lawan. Setelah dinilai permainannya dinilai kurang berkembang dan kurang tampil konsisten, ia memutuskan pindah ke Sevilla pada 2005 dengan jumlah bayaran sebanyak 6,5 juta Ero atau 9,66 juta dolar AS.

Kanoute dikenal sebagai muslim yang taat dan kerap bangga menunjukkan identitas keyakinannya itu. Pada tahun 2007 misalnya, pemain terbaik Afrika 2007 ini pernah memberikan gajinya selama setahun, sebesar 700.000 dolar AS atau sekitar Rp 7 miliar untuk menyelamatkan masjid terakhir yang ada di Sevilla
ia membeli sebuah gedung untuk masjid di Seville, sebuah kawasan selatan Spanyol, Sebelum dibeli oleh Kanoute gedung tersebut sudah disewakan kepada muslim setempat sebagai kegiatan ibadah ummat Islam. Hanya saat ini sudah habis masa kontraknya sehingga akan ditutup oleh pemiliknya. Oleh striker berumur 30 tahun tersebut gedung itu dibeli lantas dihibahkan kepada muslim setempat.
Kanoute mengeluarkan dana sebesar 700 ribu dollar sekitar 6,5 milyar rupiah kepada pemilik gedung. Jumlah tersebut hampir sama dengan jumlah pendapatan Kanoute selama setahun.
Berkat Frederic Kanoute, sebuah masjid di Spanyol selamat dari ancaman ditutup. Dan wakil dari komunitas islam spanyol berkomentar sesaat setelah kanoute membeli masjid tersebut, "jika tidak ada kanoute, kami tidak akan beribadah pada hari jum'at lagi, di mana itu adalah hari suci bagi umat muslim"

Ia juga kerap bershalat di ruang ganti pemain. Pemain yang tahun lalu hijrah ke Sevilla dari klub Prancis Lyon pada 2005 dan sukses membawa pulang piala UEFA tahun lalu itu juga sempat menimbulkan kehebohan ketika menolak mengenakan kaos Sevilla yang memuat gambar sebuah situs judi online sebagai salah satu sponsornya. Alasannya, judi diharamkan oleh Islam. Keteguhan sikap Kanoute akhirnya membuat Sevilla memberikan satu kaos khusus dengan tanpa logo sponsor.

Mengenai puasa, Kanoute termasuk pemain yang menolak anggapan bahwa puasa akan menurunkan penampilannya. ”Siapa pun yang mengerti dan memahami Islam memahami bahwa puasa justru menambah kekuatan dan tidak memperlemah,” tegasnya. Dia pun telah membuktikan kebenaran pendapatnya. Pada musim kompetisi tahun lalu, misalnya, ia mampu menjebloskan 20 gol ke gawang lawan. Harian cetak ABC menuliskan, produktivitasnya ini meyakinkan pemilik klub untuk tidak menekannya agar jangan berpuasa ketika pertandingan digelar.

Baru-baru ini Kanoute kembali beraksi, usai menjaringkan bola ke gawang lawan, Kanoute membuka bajunya untuk memperlihatkan kaos dalamnya yang bertuliskan “Palestine”. Ini tentu saja dimaksudkan sebagai dukungan pada Palestina yang tengah digempur oleh pasukan Israel di Gaza.

Aksi itu mendapat simpati dari perdana mentri palestina, meskipun dia sendiri harus menerima kartu kuning dari wasit dan denda Rp 44 juta dari Federasi Sepakbola Spanyol, yang melarang pemain memamerkan pesan politik.

Namun, sanksi itu dijawab kanoute, "Itu adalah sesuatu yang saya rasa harus saya lakukan. setiap orang harus menunjukkan rasa ikut bertanggung jawab manakala terjadi ketidak adilan besar seperti itu. Seratus persen saya bertanggungg jawab atas apa yang telah saya lakukan dan saya tidak peduli dengan sanksi" (denda)

Itulah Kanoute. Di tengah kilatan blitz yang memburu, mendapat hujan pujaan, sukses di lapangan hijau, Kanoute tetap dikenal sebagai sosok yang rendah hati dan memiliki jiwa sosial yang tinggi. Di kampung halamannya, ia mempunyai yayasan yang menyantuni anak yatim. Kini, sebuah masjid pun berdiri dengan torehan namanya.

Saudaraku, 
Perbedaan kemampuan dan keahlian yang Allah berikan kepada masing-masing kita, sesungguhnya adalah sarana yang sangat memungkinkan kita untuk berbagi atau memberi sesuatu manfaat bagi kehidupan ini, bagi banyak orang. Allah sendiri tidak pernah membatasi apa yang harus kita lakukan, namun selalu memperhitungkan apa yang bisa kita berikan. Mungkin seperti apa yang telah diberikan oleh seorang Federic Kanoute bagi agama ini dan orang banyak.

wallahu a'lam Bishawwaf
Dikutip dari berbagai sumber

Rabu, 25 Agustus 2010

Arti Sebuah Jempol

By : Chairil Musa Bani

Siapa yang tak kenal jempol, saya yakin kita semua mengenalnya. Karena memang masing-masing kita memilikinya, kecuali jika termasuk orang yang memiliki keterbatasan secara fisik. Tapi walaupun demikian, kita pasti tetap bisa mengenalinya.

Ya, dialah salah satu jari yang memang tampak terihat tak lebih cantik dari jari-jari yang lainnya. Dia terlihat lebih pendek dan gendut. Dan dia juga terpisah jauh dari semua jari-jari. Tapi walaupun begitu, justru karenanya sebuah genggaman akan terasa lebih kuat dan mengikat.

Dalam setiap pekerjaan kita, ia selalu menjadi yang terdepan. Dia yang membantu ketika kita menulis, dan dia juga yang membantu kita makan dan minum ketika kita memang merasa lapar dan haus. Dia juga bisa mengerjakan sendiri sebuah pekerjaan yang hanya bisa dilakukan dengan tiga jari.Mungkin seperti sebuah pengesahan diri atas sebuah surat, sehingga selain cap tiga jari kita juga mengenal istilah cap jempol.

Dan di atas tuts keyboard computer kita, memang dia tak diberikan peran yang banyak seperti jari-jari yang lain dengan berbagai macam huruf-hurufnya, karena ia hanya diberikan peran memegang kendali spasi. Tapi walaupun demikian, justru spasilah yang memberikan sebuah pengertian atas sebuah ungkapan dalam sebuah tulisan.

Dan di facebook, Zuckerberg (pencipta facebook) Memberikan peran kepada jempol sebagai sebuah ungkapan rasa suka, setuju dan dukungan atas status dan catatan seseorang. Dan untuk foto seseorang, jempol terkadang mengandung sebuah ungkapan, "kamu cantik, dan aku suka". Dan betapa jempol disini sangat memiliki arti tersendiri bagi seseorang yang status, catatan atau fotonya di beri tanda jempol. Sehingga wajar jika pada akhirnya mereka berkomentar di statusnya sendiri dengan ungkapan ,"makasih atas jemponya....".

Kadang ketika melihatnya saya jadi teringat ibu. Ia tampak gendut ketika melahirkan kita, dan ia juga terpisah jauh dari keluarga bersama rasa sakitnya ketika melahirkan kita. Dan ketika kita dulu (bayi) lapar, dialah orang pertama yang memberi kita makan atau minum dengan air susunya. Dan seperti juga jempol, ia adalah sosok yang menguatkan kita. dan ia bisa melakukan perkerjaan tiga orang sekaligus. bukan sekedar jadi ibu yangmenyayangi, tapi ia juga bisa jadi ayah yang mengayomi, dan jadi sosok sahabatyang bisa mengerti.

Dan hari ini, ketika kita bisa mandiri, mungkin tak banyak lagi pekerjaan kita yang ia kerjakan. Kecuali hanya pesan dan nasehatnya yang selalu menyertai kita. tapi walaupun begitu, justru  pesan-pesannyalah yang dapat mengantar kita untuk memahami dan mengerti akan tujuan hidup yang sebenarnhya.

Sehingga wajar, jika pada akhirnya jempol pun dikatakan ibu jari. Karena tugas-tugas yang ia perankan dalam tangan, sama seperti tugas ibu dalam keluarga.

wallahu a'lam Bisshawaf

Doa Emak

By : Chairil Musa Bani

Walaupun saya hanya menjadi imam taraweh di rumah. Ternyata dampak kemajuan dari barisan shalat tidak hanya terasa di masjid-masjid atau mushola-mushola saja. Tapi kemajuan itu juga berimbas di rumah saya. Buktinya malam ini saya hanya menjadi seorang imam dari seorang makmum, yaitu ibu saya sendiri. Tapi meskipun demikian saya tetap berusaha untuk setia jadi imam pribadinya di rumah. Walaupun saya juga sebenarnya ingin shalat di masjid seperti yang lain.

Dan setelah selesai shalat maka saya pun berdoa dengan hanya di temani irama amin  ibu saya. Dan di tengah doa-doa saya, saya pun terpikir untuk memanjatkan doa-doa pribadi saya, karena menurut saya ini adalah kesempatan yang tepat buat doa saya terbang kelangit bersama irama amin yang Beliau panjatkan. Maka saya pun panjatkan doa-doa pribadi saya, mulai dari permintaan akan ilmu yang selalu bertambah, ilmuyang bermanfaat, hingga jodoh yang shalehah dengan bahasa yang mungkin ia tak mengerti tentunya(bahasa arab).

Dan setelah selesai berdoa, lalu saya pun mencium tangannya.Dan tahukan apa yang terjadi setelah itu?? Ternyata beliau berkata, "emak doain...mudah-mudahan ilmu lu bermanfaat, dan lu dapet jodoh yang sholehah..." saya-pun terkaget mendengarnya dan dengan kontan saya pun langsung mengamininya. Mata sayapun berkaca-kaca mendengarnya, dalam hati saya saya berucap "makasih mak atas doanya..."

Ternyata, tanpa kita minta, ibu selalu berdoa dan mendoakan yang terbaik buat kita.

Ya Rabb.... Makasih atas karunia terbesar yang telah Engkau berikan kepadaku, sesosok malaikat yang Engkau utus kepadaku, sesosok malaikat yang Engkau ajarkan aku untuk memanggilnya ibu.

Wallahu a'lam bisshawaf


Kamis, 19 Agustus 2010

Psikologi Ramadhan

By : Chairil Musa Bani

Kalau dalam tulisan yang sebelumnya (karena Allah sayang kamu) dikatakan, bahwa ramadhan adalah cara, cara bagaimana Allah mendidik hambanya untuk menjadi lebih baik dan tidak nakal lagi. Maka itu adalah benar adanya, karena memang pernyataan tersebut berangkat dari firman-Nya, "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa".(QS. Al-Baqarah : 183)

Karena pada akhirnya, taqwa bukanlah sekedar kebaikan sikap antara kita dengan Tuhan kita, tapi juga kebaikan sikap antara kita dengan sesama.
Dan adalah ramadhan merupakan sebuah metode yang Allah gunakan untuk mendidik kita menjadi baik dan lebih baik.

Kalau dalam kajian psikologi kita mengenal ada istilah reinforcement (peneguhan/penguatan). Sebuah istilah yang diusung oleh seorang psikolog amerika serikat yang beraliran behaviorisme. Dia mengartikan, reinforcement ini adalah setiap konsekuensi atau dampak tingkah laku yang memperkuat tingkah laku tertentu. Atau Reinforcement juga dapat diartikan stimulus yang meningkat kemungkinan timbulnya respon tertentu.
Maka dengan demikian, ramadhan adalah satu bulan yang berbentuk reinforcement/bulan reinforcement. Sebab bulan Ramadhan sebagai satu stimulasi yang menguatkan psikologi Muslim untuk berbuat baik, menjadi baik dan mengamalkan apa-apa yang diperintahkan dalam Islam juga meninggalkan apa-apa yang dilarang di dalamnya.

Dan sekiranya skinner berpendapat bahwa reinforcement orang tua dalam mendidik anaknya membutuhkan dua metode, yaitu dengan ; punishment (hukuman) dan Reward (hadiah). Maka begitupula dengan ramadhan, ia juga menjajikan kepada kita dengan 2 hal tersebut. Tapi kita jangan sekali-kali mengatakan bahwa Allah telah mengadopsi metode reinforcement ini dari seorang skinner. Karena Ramadhan dan segala metode pendidikan Allah telah ada dan ditetapkan sebagai aturan sebelum skinner ada dan ditetapkan sebagai manusia.

1. Punishment (hukuman)
Pertama, berupa hukuman fisik (ancaman secara fisik)
Rasulullah saw pernah bercerita, "Ketika aku tidur, datanglah dua orang pria kemudian memegang dhahaya[1], membawaku ke satu gunung yang kasar (tidak rata), keduanya berkata, "Naik". Aku katakan, "Aku tidak mampu". Keduanya berkata, 'Kami akan memudahkanmu'. Akupun naik hingga sampai ke puncak gunung, ketika itulah aku mendengar suara yang keras. Akupun bertanya, 'Suara apakah ini?'. Mereka berkata, 'Ini adalah teriakan penghuni neraka'. Kemudian keduanya membawaku, ketika itu aku melihat orang-orang yang digantung dengan kaki di atas, mulut mereka rusak/robek, darah mengalir dari mulut mereka. Aku bertanya, 'Siapa mereka?' Keduanya menjawab, 'Mereka adalah orang-orang yang berbuka sebelum halal puasa mereka.(waktu berbuka) ." [Riwayat An-Nasa'i dalam Al-Kubra sebagaimana dalam Tuhfatul Asyraf 4/166 dan Ibnu Hibban (no.1800-zawaidnya) dan Al-Hakim 1/430 dari jalan Abdurrahman bin Yazid bin Jabir, dari Salim bin 'Amir dari Abu Umamah. Sanadnya Shahih]
Dan kalau untuk hukuman pertama ini kita sudah di buat takut karenanya, maka tentu kita tidak akan pernah berfikir untuk pernah meninggalkannya(puasa). Tapi jika keadaan atau suasana pada akhirnya memaksa kita untuk berfikir untuk membatalkan puasa dengan tanpa alasan yang jelas. Dan berkeyakinan bahwa kita bisa membayarnya di lain waktu. maka kitapun akan di hadapkan oleh hukuman yang kedua, yaitu :

Kedua, Hukuman mental
Dari Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah Shallallâhu 'alaihi Wa Sallam bersabda, "Barangsiapa yang berbuka (tidak berpuasa) sehari di bulan Ramadhan tanpa adanya alasan ('udzur) ataupun sakit, maka seluruh puasa yang dilakukannya selama setahun tidak dapat menimpalinya (membayarnya)." (HR. Bukhari secara Ta'liq)
Dan tentu saja secara mental kita akan berpikir dua kali jika hendak meninggalkan puasa dengan tanpa alasan yang jelas. Karena pada akhirnya, kita tidak akan pernah bisa membayar puasa yang telah kita tinggalkan. Maka mau tidak mau, kita harus menyelesaikan puasa ini dengan sempurna ketika memang tak ada alasan yang membolehkan kita membatalkannya.
Dan ketika memang pada kenyataanya kita tidak lagi meninggalkanya (puasa), ternyata tidak terhenti sampai di situ, Allah pun kembali mengingatkan kita ketika kita tidak memaknainya (puasa) dengan hukuman yang ketiga :

Ketiga, hukuman secara fisik maupun mental (ancaman kesia-sian)
"Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga." (HR. Ath Thobroniy dalam Al Kabir dan sanadnya tidak mengapa. Syaikh Al Albani dalam Shohih At Targib wa At Tarhib no. 1084 mengatakan bahwa hadits ini shohih ligoirihi -yaitu shohih dilihat dari jalur lainnya).
Dan tentu kita tak ingin tersiksa secara fisik dengan lapar dan dahaganya, dan juga tersiksa secara mental karena tak bisa mendapatkan apa-apa (pahala) kecuali hanya kesia-siaan. lantas bagaimana agar kita tidak tersiksa secara fisik maupun mental?
Maka Allah menberikan jawaban melalui sabda nabi-Nya,
  • Jangan berkata dusta
"Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan." (HR. Bukhari no. 1903).
  • Menahan diri dari perkataan lagwu (sia-sia) dan rofats
"Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan lagwu dan rofats. Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya, "Aku sedang puasa, aku sedang puasa". (HR. Ibnu Majah dan Hakim. Syaikh Al Albani dalam Shohih At Targib wa At Tarhib no. 1082 mengatakan bahwa hadits ini shohih) (Istilah rofats adalah istilah untuk setiap hal yang diinginkan laki-laki pada wanita." Atau dengan kata lain rofats adalah kata-kata porno).
  • Menjauhkan diri dari perbuatan maksiat.
Jabir bin 'Abdillah menyampaikan petuah yang sangat bagus : "Seandainya kamu berpuasa maka hendaknya pendengaranmu, penglihatanmu dan lisanmu turut berpuasa dari dusta dan hal-hal haram serta janganlah kamu menyakiti tetangga. Bersikap tenang dan berwibawalah di hari puasamu. Janganlah kamu jadikan hari puasamu dan hari tidak berpuasamu sama saja." (Lihat Latho'if Al Ma'arif, 1/168, Asy Syamilah)

2. Reward (Hadiah)

Dan selain hukuman, maka ramadhan juga menjanjikan banyak hadiah bagi orang-orang yang melaksanakannya. Dan diantara hadiah yang banyak itu, adalah sebagaimana yang tergambar dari firman-Nya,
"Setiap amalan kebaikan anak Adam akan dilipatgandakan menjadi 10 hingga 700 kali dari kebaikan yang semisal. Allah 'Azza wa Jalla berfirman (yang artinya), "Kecuali puasa, amalan tersebut untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya karena dia telah meninggalkan syahwat dan makanannya demi Aku." (HR. Muslim no. 1151)
Lihatlah, untuk amalan lain selain puasa akan diganjar dengan 10 hingga 700 kali dari kebaikan yang semisal. Namun, lihatlah pada amalan puasa, khusus untuk amalan ini Allah sendiri yang akan membalasnya. Lalu seberapa besar balasan untuk amalan puasa? Agar lebih memahami maksud hadits di atas, perhatikanlah penjelasan Ibnu Rojab berikut ini. "Hadits di atas adalah mengenai pengecualian puasa dari amalan yang dilipatgandakan menjadi 10 kebaikan hingga 700 kebaikan yang semisal. Khusus untuk puasa, tak terbatas lipatan ganjarannya dalam bilangan-bilangan tadi. Bahkan Allah 'Azza wa Jalla akan melipatgandakan pahala orang yang berpuasa hingga bilangan yang tak terhingga. Alasannya karena puasa itu mirip dengan sabar. Mengenai ganjaran sabar, Allah berfirman, "Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dibalas dengan pahala tanpa batas." (QS. Az Zumar [39] : 10).
Dan akhirnya, ketika kita memang bisa dan mampu melakukan itu semua dengan sempurna, maka paling tidak minimal ada 3 kebaikan yang kita bisa ambil dari kebaikan ramadhan

Pertama, Menjaga lisan
bersama ramadhan kita bisa boleh belajar, bahwa kita sebagai umat islam sudah semesti duduk bersama dalam satu lingkaran persatuan dan bersama-sama membahas dan mencari solusi atas setiap permasalahan umat islam yang ada di sini bahkan di dunia ini. Baik itu masalah kemerosotan moral yang tengah marak terjadi atau bahkan masalah saudara kita di palestina. Ketimbang harus memperdebatkan permasalahan-permasalah yang memang sudah terjadi perbedaan di dalamnya. Terlebih ketika permasalahan tersebut hanya akan mengantarkan kita pada ucapan-ucapan yang hanya akan saling menyakiti satu sama lain.(ucapan yang sia-sia). karena pada akhirnya, segala peperangan dan pertumpahan darah yang terjadi di dunia ini, itu bermula dari lisan.

kedua, Bersabar
dan kalau hari ini kita mengenali diri kita sebagai seorang koruptor. maka ketahuilah, mungkin kita termasuk orang yang memang belum bersabar dalam memahami, bahwa kebahagia yang sebenarnya bukan pada uang yang menumpuk.
Dan kalau hari kita mengenali diri kita sebagai seorang penjinah, maka ketahui pula, bahwa kita mungkin belum bisa bersabar, sehingga harus menyegerakan kenikmatan tersebut dalam ketidak halalan.
Dan jika hari ini kita adalah seorang perampok, pencuri atau mafia dari beragam kejahatan. Maka sadarailah, mungkin kita belum bersabar dalam mencari rijki-Nya yang halal Karna pada akhirnya, bersabar adalah sumber dari segala kebaikan. Dan meninggalkannya adalah sumber dari segala kejahatan.

Ketiga, Berempati
Dan bersama ramadhan kitapun diajarkan untuk berempati dan bisa melihat sisi lain kehidupan tentang kehidupan orang-orang yang jauh secara materi di bawah kita dengan rasa lapar yang tengah kita rasakan ketika berpuasa.

Dan pada akhirnya ramadhan bukan sekedar hendak mengajarkan kita menjadi orang yang pandai berbicara kebaikan, dan tidak menjadi pelaku kerusakan. Tapi ramadhan juga mengajarkan kita untuk menjadi pelaku kebaikan. Salah satunya dengan adanya kewajiban berzakat setelahnnya.
Dan akhirnya, ramadhan adalah cara. Cara bagaimana Allah mendidik hambanya menjadi lebih baik dan tidak nakal lagi.

Wallahu a'lam bisshawab

Karena Allah Sayang kamu

By : Chairil Musa Bani

Di perpustakaan Pesantren Sukamanah Tasikmalaya 8 tahun yang lalu. Saya pernah membaca sebuah kisah menarik tentang kehidupan ibu dengan seorang anaknya dalam sebuah buku yang berjudul "Meraih Ampunan Ilahi". Dan Saya lupa siapa nama pengarang buku itu. Tapi walaupun demikian saya tetap yakin, sekiranya saat ini kita hendak mengambil pelajaran dari apa yang pernah ditulisnya. Dan kita bisa mengambil kebaikan dari apa yang pernah diceritakannya. Maka insya Allah, kebaikan itu tidak akan salah alamat, karena ia akan tetap kembali kepada si penulisnya. Amien....

Kira-kira ceritanya begini,
Di sebuah rumah yang tampak terlihat sederhana, hiduplah seorang ibu setengah baya dengan ditemani seorang manusia kecil yang sangat disayanginya. Ya, dia sangat menyayangi teman kecilnya itu. Betapapun tidak, karena dia bisa jadi apa saja yang dibutuhkan teman kecilnya itu, dia bisa jadi selimut ketika teman kecilnya kedinginan, dia bisa jadi atap ketika teman kecilnya kehujanan atau kepanasan dan bahkan dia juga bisa menjadi badut ketika teman kecilnya menangis.

Dan jauh sebelum semua itu, ternyata ia pernah juga melindungi teman kecilnya ini dari ancaman kematian dengan menempatkannya pada sebuah ruangan yang memang hanya dikhususkan bagi orang-orang yang tersayang (Rahim). Dan walaupun teman kecilnya ini kerapkali membebani dan merepotkan dirinya dan bahkan sempat mengancam kehidupannya ketika melahirkannya, tapi entah kenapa ketika ada seseorang yang bertanya tentang siapa sebenarnya manusia kecil yang menemaninnya itu. Dia malah justru dengan bangga menjawab, "dia adalah malaikat kecilku, buah hatiku, belahan jiwaku dan dialah anakku". Sambil tersenyum ia menatap wajah anaknya yang seolah tak peduli.

Hingga satu saat, di rumah sederhana itu terlihat sang anak tertunduk di depan pintu rumahnya. Dan di sela-sela tunduknya itu terdengar suara ibu yang terdengar marah, "anakku, kalau sekiranya kamu masih nakal, dan tak mau mendengar nasehat-nasehat ibu, maka sekarang kamu boleh pergi dan bermainlah ketempat-tempat yang menurutmu bisa membuatmu bahagia" ucap sang ibu sambil menutup pintu rumahnya.

Dan tahukah kita apa yang anak itu lakukan? Ternyata anak itu tidak mengetuk pintu rumahnya lalu meminta maaf kepada sang ibu atas kesalahannya. Tapi ia justru malah melangkah pergi meninggalkan rumah beserta ibunya. Entah, mungkin sang anak hendak mecoba mencari ketenangan dan kebahagiaan pada selain ibunya.
Maka iapun pergi ke pantai, ternyata apa? Ternyata desir ombaknya tak mampu membasuh kegelisahan hatinya. Lalu ia pergi ke gunung, ternyata kebesarannya juga tak mampu membesarkan jiwanya dan iapun pergi ke padang yang luas, ternyata apa? ternyata keluasaannya tak mampu melapangkan hatinya yang sempit. Semuanya tak ada yang mampu membuatnya gembira dan bahagia.
Dan Iapun tersadar, bahwa hanya ibunyalah yang mampu membasuh kegelisahan hatinya ketika bimbang, yang mampu membesarkan jiwanya ketika kerdil dan hanya ibunyalah yang mampu melapangkan jiwanya ketika sempit.

Akhirnya, iapun memutuskan untuk kembali ke rumah dan ibu yang sempat di tinggalkannya. Dan ketika ia sampai di depan rumahnya, ia mendapati pintu rumahnya masih tertutup rapat. Lalu iapun mengetuk pintu rumahnya seraya memanggil ibunya. "bu... ibu....". Tapi tampaknya sang ibu belum mendengarnya, terlebih ketika itu sang anak hanya mengetuk pintu itu satu kali saja. Mungkin, karena si anak masih merasa malu atas kesalahan yang telah ia lakukakn kepada ibunya. Dan karena sang anak merasa lelah atas perjalanan panjangnya, maka iapun duduk lalu tertidur tepat di depan pintu rumahnya.

Dan ketika menjelang senja, pintu rumahpun terbuka. Dan tahukah kita apa yang terjadi? Si ibu menagis, karena tak tega melihat anaknya tertidur di depan rumah dengan tanpa alas dan selimut, lalu dengan segera iapun merangkul sang anak dalam pelukannya dan membawanya masuk kedalam rumahnya. Dan dari sela-sela bilik rumah tersebut terdengar sang ibu berkata dengan di selingi tangisnya," kamu jangan kemana-mana lagi ya sayang...pokonya kamu jangan pergi meninggalkan ibu lagi... karena kemanapun kamu pergi, kamu tidak akan medapatkan tempat yang nyaman selain bersama ibu... ibu tak menginginkan apa-apa dari kamu... kalaupun ada yang ibu inginkan dari kamu... ibu hanya ingin kamu menjadi anak yang baik dan kamu jangan nakal lagi ya...."

Begitulah sepotong kisah tentang kasih sayang ibu terhadap anaknya. Sebuah kisah yang selalu menjadikan kita terdiam dan tak bisa berkata apa-apa. Karena kita sendiri juga mungkin pernah memiliki kisah yang sama antara kita dengan ibu kita. walaupun dalam judulnya berbeda, tapi tetap saja itu masih dalam tema yang sama, "kasih sayang ibu terhadap kita anaknya". Dan kalaupun ada komentar dari cerita yang yang pernah kita pernah perankan bersama ibu, maka mungkin kita hanya akan berkomentar, "bu, maafkan semua kesalahan saya. Dan tahukah ibu? Bahwa sebenarnya saya juga sangat menyayangi ibu".
\
Dan bukan hanya kita, ternyata Umar bin Khatab sendiri pernah bercerita tentang kisah seorang ibu. dan masih dalam tema yang sama. Dia (Umar bin Khatab) pernah menceritakan pengalamannya setelah melewati suatu peperangan. "Didatangkan beberapa tawanan ke hadapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Tiba-tiba ada di antara para tawanan seorang wanita yang buah dadanya penuh dengan air susu. (tampaknya ia kebingungan dan sedih karena mencari anaknya). Setiap ia dapati anak kecil di antara tawanan itu, ia ambil dan kemudian ia dekap di perutnya dan disusuinya. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bertanya pada para sahabat, "Apakah kalian menganggap wanita ini akan melemparkan anaknya ke dalam api?" Kami pun menjawab, "Tidak. Bahkan dia tak akan kuasa untuk melemparkan anaknya ke dalam api.........."

Bagaimana saudaraku, apa hikmah inti yang bisa kita petik dari cerita (hadist) yang di sampaikan Umar Bin Khatab tersebut? Mungkin kita semua akan menjawab dengan jawaban yang seragam. Bahwa hikmah inti dari cerita itu adalah tentang betapa besarnya kasih sayang ibu terhadap anaknya.
Dan kalau sekiranya hadits tersebut memang benar-benar terhenti sampai di situ, maka tepatlah jawaban kita. Tapi kenyataannya apa? Ternyata hadist tersebut tidak terhenti sampai di situ, dan karena jawabannya justru ada di ujung atau akhir hadits tersebut. ".......Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Sungguh Allah lebih sayang kepada hamba-Nya daripada wanita ini terhadap anaknya." (HR. Muttafaq Alaih)
Ya, ternyata kasih sayang Allah terhadap hamba-Nya adalah hikmah intinya. Karena kasih sayang Allah terhadap hamba-Nya masih lebih besar ketimbang kasih sayang ibu terhadap anaknya. Kenapa?? Maka Allah swt sendiri telah menjawabnya, karena "Kasih sayang-Ku meliputi segala sesuatu" (QS. Al-A'raf : 156)

Dan pada kenyataannya, kita memang bisa tumbuh dan besar tidak semata-mata karena kebaikan ibu, tapi di sana juga ada kebaikan alam dan keadaan. Artinya, kita bertumbuh dan besar bersama ibu yang baik di alam yang ramah dan keadaan yang tidak mencekam. sedangkan untuk semua itu (ibu yang baik, alam yang ramah dan keadaan yang tak mencekam) adalah Allah yang memberikan (mentakdirkan). "Sesungguhnya Allah berkuasa(mentakdirkan) atas segala sesuatu" (QS. Al-Baqarah : 20)

Maka, apapun yang ibu berikan kepada kita atas nama cintanya. Sesungguhnya itu tidak akan pernah benar-benar terjadi jika sebelumnya Allah sendiri telah terlebih dahulu menanamkan rasa cinta kepadanya (ibu) atas nama sayang-Nya terhadap kita hamba-Nya.

Karena setiap kebaikan yang ibu berikan pada kita, adalah juga kebaikan yang Allah anugerahkan buat kita. Tapi tidak setiap kebaikan Yang Allah berikan kepada kita, itu adalah juga kebaikan yang ibu berikan buat kita.

Mungkin, seperti kebaikan ramadhan. Sebuah kebaikan yang tak seorangpun bisa memberikannya. Karena ramadhan bukanlah pemberian dari makhluk kepada makhluk lainya. Tapi ia merupakan pemberian Khalik kepada makhluk-Nya. dan kalau pun seolah ada kebaikan yang di berikan dari makhluk kepada makhluk lainya (seperti zakat/shadaqoh) di bulan ramadhan, maka itu adalah dampak kebaikan ramadhan yang telah diberikan sang Khalik kepada makhluknya. Karena pada akhirnya, Allah adalah sumber segala kebaikan, dan sumber segala rasa sayang dari setiap manusia yang baik, dan manusia yang terbaik (ibu).

Dan hari ini, ketika kehidupan dan segala persoalannya terasa sangat menghimpit dan menyedihkan. Dan ketika kebahagiaan yang selama ini kita cari tak kunjung ditemukan. Maka, marilah kita kembali kepada-Nya. karena bersama-Nya kita akan merasa lapang dan Bahagia. Dan bersaman-Nya pula, kebahagiaan yang tak terbantahkan itu ada.

Dan sejauh apapun kita telah jauh meninggalkan-Nya, dan sebanyak apapun kita telah berbuat maksiat kepadanya. Maka jangan pernah kita berfikir bahwa Dia tidak akan mengampuninya. Karena seperti juga ibu yang masih mau menerima dan berharap akan kembali anaknya. Maka seperti itu juga Allah akan menerima kita dan berharap akan kembalinya kita. Dan bahkan dengan kadar yang lebih besar dari itu.

Terlebih untuk kebaikan yang Dia berikannya saat ini (Ramadhan), di saat pintu sayang dan maaf-Nya telah di buka selebar-lebarnya. Maka di saat itu pula kita tak perlu lagi mengetuk pintu-Nya apalagi sampai harus tertidur di serambi sayang dan maaf-Nya. karena sebelum kita tertunduk malu dan duduk lelah karena dosa-dosa kita, Maka Allah swt telah terlebih dahulu merenkuh kita dalam pelukkan dan dekapan kasih sayang-Nya.

Dan akhirnya, Ramadhan Adalah cara, cara bagaimana Allah mendidik kita menjadi manusia yang baik dan tidak nakal lagi. Ramadhan adalah juga tempat, tempat yang mungkin bisa menyadarkan kita bahwa kebahagiaan yang selama ini kita cari itu hanya ada pada kebersamaan kita dengan-Nya. dan Ramadhan juga adalah hadiah. Ya, hadiah dari sebuah alasan, 'karena Allah sayang Kamu'.
Wallahu a'lam bisshawab

Mungkin, kita belum sepenuh hati mempercayainya

Dahulu ada dua orang yang masuk islam di hadapan Rasulullah saw. tak lama kemudian, salah satu dari kedua orang itu gugur syahid dalam satu peperangan. Sementara yang satunya lagi, baru meninggal satu tahun kemudian. Thalhah bin Ubaidillah bermimpi dan mengatakan, "Dalam mimpi aku melihat yang meninggal belakangan, yang lebih dulu dimasukkan ke syurga sebelum yang mati syahid pertama." Lalu esok harinya thalhah menyampaikan mimpinya itu kepada Rasulullah saw. Rasul bersabda, Bukankah yang meninggal belakangan itu telah berpuasa di bulan Ramadhan, dan shalat 6000 rakaat ini dan itu, lalu juga melaksanakan shalat sunnah? Dalam Riwayat lain Rasulullah saw mengatakan, "Bukankah ia telah memasuli bulan Ramadhan dan ia puasa dan sujud dalam satu tahun itu? Lalu Rasulullah saw mengatakan, "Sesungguhnya jarak antara keduanya lebih jauh dari jarak antara langit dan bumi..." (HR. Ahmad)

Ini bukanlah cerita tentang ketidak adilan Allah karena telah memasukan Orang kedua sebelum orang yang pertama masuk syurga. karena mustahil bagi Allah memiliki sifat demikian. karena pada akhirnya, kedua-duanya bisa menghabiskan waktu bersama-sama di syurga-Nya. tapi ini adalah sebuah cerita tentang kemulian ramadhan bagi mereka yang menjalaninya. Karena semua ibadah yang dilakukan di bulan itu dilipat gandakan. Sehingga wajar jika pada akhirnya Rasulullah mengatakan bahwa dia (orang kedua) telah shalat sebanyak 6000 rakat dan dalam riwayat lain di katakan bahwa ia telah puasa dan sujud dalam satu tahun itu. Dan adalah wajar jika ia menjadi orang pertama yang masuk kedalam syurga-Nya.

Begitulah salah satu cara Allah meyakinkan kita supaya kita mau mempercayai bahwa ramadhan adalah bulan termulia, bulan terbaik dari segala bulan yang ada. Dan tidak hanya itu, rasulullah saw pun telah banyak menyampaikan hadist-hadistnya yang telah mengambarkan ramadhan dengan segala kemuliaannya, itupun dengan alasan yang sama, agar kita mau mempercayainya bahwa ramadhan adalah bulan yang penuh dengan keberkahan, kebaikan dan bulan yang penuh akan pengampunan. karena pada akhirnya, hanya kepercayaanlah yang mampu menggerakan kita untuk bisa dan mau memuliakan apa yang di percayainya.

Dan bahkan dalam satu kesempatan Rasulullah saw sempat seolah hendak beranalogi kepada kita agar kita benar-benar percaya akan kemulian bulan ramadhan ini, sebagaimana dalam sabdanya

"Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya."

Dan sebelum kita membahas lebih jauh hadist ini, mungkin ada hal yang terlebih dulu mesti kita pahami dari maksud dari dua kebahagiaan dalam hadist ini :

Pertama, Kebahagiaan ketika kita berbuka

Ketika berbuka, jiwa begitu ingin mendapat hiburan dari hal-hal yang dia rasakan tidak menyenangkan ketika berpuasa, yaitu jiwa sangat senang menjumpai makanan, minuman dan menggauli istri. Jika seseorang dilarang dari berbagai macam syahwat ketika berpuasa, dia akan merasa senang jika hal tersebut diperbolehkan lagi.

Kedua, kebahagian ketika berjumpa dengan Rabbnya

adalah kebahagian ketika seorang hamba berjumpa dengan Rabbnya yaitu dia akan jumpai pahala amalan puasa yang dia lakukan tersimpan di sisi Allah. Itulah ganjaran besar yang sangat dia butuhkan. "Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan) nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya." (Qs. Al Muzammil: 20)

kalau kita mencoba melihat dari dua kebahagia di atas, maka kebahagian pertama adalah kebahagiaan yang sangat mudah kita pahami dan mudah kita mengerti. Kenapa? Karena memang kita pernah mengalaminya, pernah merasakannya dan kita pun benar-benar mengakui akan kebahagiaan itu.

Tapi untuk kebahagian yang kedua ini bagaimana? Kalau kita mau jujur, pemahaman kita akan kebahagiaan yang kedua ini tak sebaik ketika kita memahami kebahagiaan yang pertama(berbuka). Mungkin karena kita belum pernah mengalaminya dan juga belum pernah merasakannya. Padahal justru sebenarnya kita harus benar-benar bisa memaknai dan memahami makna kebahagian yang kedua ini ketimbang kebahagiaan yang pertama. Karena kebahagiaan kedua inilah yang justru bisa menghantarkan kita untuk bisa menghormati ramadhan dengan segala kemuliaannya.

Dan itulah kenapa Rasulullah saw seolah hendak mengadakan pendekatan akal kepada kita, bahwa kita akan benar-benar mendapatkan kebahagian ketika berjumpa dengan Allah, seperti kebahagian yang telah benar-benar kita rasakan ketika kita berbuka. Dan tentu dengan kadar kebahagian yang lebih besar ketimbang kebahagiaan yang pertama. Karena pada akhirnya, kebahagia pertama hanya sekedar sinyal dari kebahagiaan yang kedua.

Dan hari ini, ketika kita tengah menanti detik-detik kehadirannya (ramadhan), maka marilah kita mencoba tuk percaya bahwa ramadhan adalah tamu termulia yang Allah pernah hadirkan kepada kita. Karena hujan yang selama ini kita ridukan, hanya akan turun bersama dengan kepercayaan dan pemaknaan yang mendalam kita akan kemuliaannya (Ramadhan). Ya, hujan ibadah dan amal yang akan menumbuhkan pohon takwa dalam diri kita.

Dan kalau sekiranya ia(Ramadhan) telah benar-benar hadir ketengah kita , tapi kita masih saja menyia-nyiakannya, menodainya dan tidak pernah menganggap kehadirannya. Maka mungkin, sebenarnya kita belum sepenuh hati mempercayainya (Kemuliaan Ramadhan)

Wallahu a'lam Bisshawab

Selasa, 13 Juli 2010

Separuh malam terindah, antara Nabi dengan Tuhannya

By : chairil musa bani

Siapa di dunia ini orang yang tak pernah merasa sakit hati, kecewa dan marah karena perilaku buruk atau penghianatan orang lain? saya yakin, kita semua pernah mengalami satu kondisi yang memaksa kita untuk kecewa dan menangis karena perlakuan buruk atau penghiatan seorang teman yang kita mengenalinya sebagai rekan kerja, istri/suami atau kekasih.

Dan dari berbagai penghianatan itupun lahir berbagai macam sikap ; ada yang hanya bisa menangis, ada juga yang bersumpah serapah, dan ada juga yang berfikir untuk membelas keburukan itu dengan keburukan lagi. Dan bahkan ada orang yang sampai mengakhiri hidupnya hanya karena sebuah alasan, ia tak mampu menahan kesedihan karena kekasihnya telah menghianati.

Kalau saja kita mau mengikut sertakan Allah dalam setiap permasalahan yang tengah kita alami tersebut, mungkin akan lain ceritanya dan mungkin akan indah pada akhirnya. Seperti indahnya separuh malam yang pernah Nabi saw habiskan dalam perjalanan menemui Tuhan-Nya (isra’ mi’raj). Kok bisa? Begini ceritanya…

Dulu, selepas kepergian paman dan istri tercintannya. Kecaman, cacian dan penganiayaan kepada beliau saw semakin menjadi-jadi. tak ada lagi yang membela, menjaga dan menjadi pelipur lara. Makkah seolah tak memberi harapan baik bagi dakwah yang telah mati-matian ia perjuangkan. Tapi sesempit apapun saluran dakwah, aliran kebaikan harus tetap mengalir. Maka, Ketika makkah terlalu sempit baginya. beliau saw pun mencoba mengadu nasib agama kita ini ke sebuah negeri yang disana terdapat banyak orang-orang pandai (Thaif). Disana, Beliau tinggal selama 10 hari. Beliau berdakwah dari rumah kerumah, ke pasar-pasar dan ke jalan-jalan. Namun tidak ada seorangpun yang beriman.

Dan ketika hendak meninggalkan tha’if. Beliau saw berdiri dihadapan penduduk Tha’if, beliau mengutarakan harapan agar orang-orang merahasiakan kunjungannya ke tha’if agar kecaman dan permusuhan orang-orang makkah terhadap islam tidak semakin meningkat. Dan ternyata bukan hanya sekedar menolak permintaan terakhir nabi saw, tapi mereka juga menimpukinya dengan batu hingga kaki beliau mengeluarkan darah.

Dan di sebuah kembun anggur milik penduduk setempat, diantara sengal nafas dan lukanya, terekam sebuah do’a,
"Ya Allah, aku mengadukan kepada-MU akan lemahnya kekuatanku dan sedikitnya daya upayaku pada pandangan manusia. Wahai Yang Maha Rahim dari sekalian rahimin. Engkaulah Tuhannya orang2 yang merasa lemah, dan Engkaulah Tuhanku, kepada siapakah Engkau serahkan diriku. Kepada musuh yang menghinaku ataukah kepada keluarga yang Engkau berikan kepadanya urusanku, tidak ada keberatan bagiku asal saja aku tetap dalam keridhaan-Mu. Dalam pada itu afiat-Mu lebih luas bagiku. Aku berlindung dengan cahaya Wajah-Mu Yang Mulia yang menyinari seluruh langit dan menerangi semua yang gelap dan atasnyalah teratur segala urusan dunia dan akhirat, dari Engkau menimpakan atas diriku kemarahan-Mu atau dari Engkau turun atasku adzab-Mu. Kepada Engkaulah aku mengadukan urusanku sehingga Engkau ridha. Tidak ada daya dan upaya melainkan melalui Engkau."

Al-habib Ali al Jufri dalam sebuah kesempatannya pernah berkomentar mengenai doa ini, beliau bilang “apabila kita ditimpa satu masalah yang besar dan apabila orang lain/ musuh musuh telah sangat menindas kita. Maka kita memerlukan dua adab yang hebat bersama Allah swt, dan dua adab ini telah terdapat dalam pribadi nabi Muhammad saw; Adab yang pertama adalah pengaduan kepada Allah swt, bukan kepada makhluk. Menanti bantuan, sokongan serta pertolongan itu bukanlah dari manusia, mereka tidak memberikan faedah maupun kemudharatan, baik dari timur maupun dari barat, tetapi hanya dari Allah saja,sebagaimana di awal doa beliau berkata, ‘Ya Allah, aku mengadukan kepada-MU….’. dan adab yang kedua,ada dalam kelanjutan doa tadi, ‘Ya Allah, aku mengadukan kepada-MU akan lemahnya kekuatanku dan sedikitnya daya upayaku pada pandangan manusia…..’. ya, ternyata beliau saw tidak mengadukan kepada Allah tentang kebencian mereka,kekufuran mereka,cercaan dan penindasan mereka. Tapi yang beliau adukan adalah kelemahannya”

Ternyata, beliau mengadu kepada Allah tentang dirinya sendiri bukan tentang orang lain, beliau saw mengadu tentang kelemahan dirinya sendiri bukan kelemahan (perlakuan buruk) orang lain. mungkin beliau hendak mengajarkan kepada kita tentang sebuah terapi yang bisa menjadi penawar dari rasa sakit hati yang mungkin berkepanjangan, yaitu dengan tidak perlunya kita mengingat atau menyebut-nyebut perlakuan buruk orang lain. karena pada akhirnya, ingatan kita atas pelakuan buruk orang lain, hanya akan mengantarkan kita pada sakit hati dan dendam yang berkepanjangan saja. Dan kalaupun ada hal yang perlu kita ingat adalah kelemahan kita. Mungkin tentang kelemahan kita yang mudah dan gampang tersinggug atau sakit hati karena perilaku buruk orang lain. atau tentang kita yang masih belum pandai memberikan maaf atas kesalahan dan kekhilafan orang lain.

Saya pun jadi teringat akan sebuah nasihat seorang ulama, “ketika kita berbuat baik, mungkin akan ada saja orang yang membenci kita dan menganggap bahwa apa yang kita lakukan itu sia-sia dan tak berguna. Tapi, tetaplah berbuat baik. Dan ketika kita mencoba untuk jujur, mungkin akan ada saja orang-orang yang mendustakan kita dan tidak mempercayai kita. Tapi, tetaplah kita jujur. Karena inti permasalahannya bukan antara kita dengan mereka. Tapi ada antara kita dengan Tuhan kita”.
Ya, mungkin ini adalah makna dari apa yang rasululullah saw maksud. Bahwa inti setiap permasalahan ada antara kita dengan tuhan kita. karena pada akhirnya, hanya Allah yang mampu menghargai kebaikan dan kejujuran kita dengan sebentuk penghargaan yang tak pernah bisa kita menghargainya(pahala).

Dan adalah rasulullah saw, merupakan sosok orang yang benar-benar telah memaknai hubungan kedekatan ini. Tapi, bukanlah pahala yang diharapnya, dan bukan pula kemuliaan yang di dambakannya. Tapi hanya keridhaan-Nya yang diharapkannya, sebagaimana doa beliau ketika di thaif
“…kepada siapakah Engkau serahkan diriku. Kepada musuh yang menghinaku ataukah kepada keluarga yang Engkau berikan kepadanya urusanku, tidak ada keberatan bagiku asal saja aku tetap dalam keridhaan-Mu…..”

Begitulah pribadi rasulullah saw, hanya Allah yang ia hadirkan dalam setiap langkah kehidupannya. Dan hanya Allah yang yang mampu membuat bersedih dan Cuma Allah mampu membuatnya khawatir. Sehingga adalah wajar jika setelah kejadian di thaif itu menjadi puncak dari serangkain penderitaan yang pada akhirnya menyampaikan beliau pada satu kemulian, yaitu dengan di isra’ dan di mi’rajkannya beliau saw oleh Allah swt. Dan sangatlah pantas jika mukjizat isra’ mi’raj nabi dikatakan bertujuan untuk memuliakan nabi Muhammad saw secara pribadi. Karena meskipun ada beberapa nabi yang di angkat Allah ke langit, seperti Nabi Idris dan Isa a.s, tapi pengangkatan mereka adalah penyelamatan dari tindak pembunuhan dan penyaliban. Dan mukjizat para nabi yang berupa pengangkatan ke langit biasanya adalah akhir dari segala aktivitas dakwah mereka di muka bumi. Tapi tidak dengan nabi Muhammad saw

Dan adalah juga sangat wajar jika dalam perjalanan isra’ mi’raj-nya, jibril hanya bisa menemaninya sampai sidratul muntaha dan tidak bisa menemaninya sampai ke mustawa. Mungkin Allah hanya ingin berjumpa dengan Nabi-Nya saja, Allah hanya ingin bercakap-cakap langsung dengan nabi-Nya saja sebagaimana beliau telah memaknai semua hubungan hanya terhadap Allah saja.

Di tengah riak-riak duka dan kecewa atas perlakuan buruk orang lain, kita memang tak pernah bisa memuarakan semua kesedihan itu pada separuh malam terindah sebagaimanan malam yang pernah Nabi habiskan Tuhannya (isra’ Mi’raj). Tapi paling tidak, Allah masih sangat berbaik hati terhadap kita dengan menyediakan satu waktu bagi kita untuk menghabiskan waktu hanya bersama-Nya pada sepertiga malam-Nya(tahajud).

Dan adakah duka serta kesedihan kita mampu menghantarkan kita untuk berjumpa dengan Allah di sepertiga malamnya(Tahajud) sebagaimana Allah pernah mengatarkan Nabi-Nya pada separuh malam terindah-Nya? jawabannya, ada pada bagaimana kita kita memaknai bahwa inti dari setiap permasalahan yang ada, itu ada di antara kita dengan Allah saja. Sebagaimana Beliau saw memaknai semua hubungan hanya terhadap Allah saja. Karena pada akhirnya, itulah yang mengantarkan beliau saw pada separuh malam terindah, antara Nabi dengan Tuhan-Nya.

wallahu a'lam bisshawaf

Kamis, 08 Juli 2010

Aku ikut mauMu Tuhan

 By : chairil musa bani


“Aku adalah hamba Allah dan Rasul-Nya, aku tidak akan menentang perintah-Nya. Dan Allah tidak akan pernah menelantarkan diriku”

Hanya itu penjelasan yang bisa rasulullah sampaikan kepada para sahabat yang merasa tidak mengerti akan keputusan rasulullah yang menyapakati akan perjanjian damai dengan kafir quraisy (perjanjian hudaibiyah). Ya, Sebuah perjanjian damai yang menurut mereka hanya akan merugikan kaum muslimin. Sebuah perjanjian yang mengharuskan mereka pulang kembali pulang ke madinah sebelum bisa memasuki baitul haram (Makkah), sebuah perjanjian yang dalam salah satu poinnya di sebutkan “ jika salah seorang kafir memeluk islam, dia harus dikembalikan kepada pihak Quraisy. Tapi apabila seorang muslim murtad dan kembali kafir, maka dia berhak mendapat perlindungan dari kaum kafir Quraisy”.

Adalah rasulullah ketika itu pun tak bisa memahami apa maksud kemauan Allah sehingga memerintahkannya untuk menyepakati perjanjian damai itu. Tapi, sesulit apapun beliau memahami akan kemauan Tuhannya, ada satu hal yang sangat beliau pahami dari Tuhannya, bahwa Dia tidak akan pernah menelantarkan dirinya, ketika beliau saw mentaati perintah-Nya.
Dan ternyata benar saja, bahwa perjanjian damai itulah yang justru mengantarkan islam kepada kemenangan, yang menghantarkan Rasulullah saw dan umat islam bisa memasuki makkah dengan kebebasan dan mampu membebaskan baitul haram dari berhala-berhala dan pengaruhnya (Futhu Makkah). Betapapun tidak, karena dengan perjanjian damai itu, golongan yahudi di semenanjung arab tidak bisa lagi memanfaatkan perselisihan antara kaum muslimin dengan kafir Quraisy. Sehingga dengan itu pula umat islam bisa berkonsentrasi untuk menghancurkan duri-duri islam (yahudi), karena ketika itu orang-orang yahudi tidak pernah berhenti melakukan pernghianatan dan rekayasa terhadap islam.

Begitulah Allah, terkadang takdir-takdir-Nya sulit kita pahami. Tapi sesulit apapun kita memahaminya, Dia tidak pernah bermaksud jahat terhadap hamba-hambanya. Sesulit kita mencari rejeki diantara kais-kaisnya, mungkin Dia hendak mengajarkan kepada kita tentang betapa beratinya sesuatu yang justru orang menganggapnya tak bernilai. Dan kalau untuk hal yang tak bernilai saja kita telah dibuat-Nya bahagia, apatah lagi untuk hal-hal yang memang memiliki arti dan nilai.
Dan sesulit kita menerka tentang dimana keberadaan, bagaimana keadaan dan kapan waktu perjumpaan kita dengan pendamping hidup yang selama ini kita rindukan, mungkin Allah hendak mengajarkan tentang arti kerinduan seorang calon ibu yang menanti detik-detik kelahiran anak. Ya sebuah kerinduan yang tak di dahului oleh kebaikan sang anak tapi justru berakhir dengan pengorbanan dan penghormatan untuk sang ibu. Sehingga pada akhirnya, seperti juga ibu yang menganggap anak yang di nantinya adalah karunia, maka seperti itu pula kita menganggap pasangan yang kita nanti saat ini adalah juga karunia

Tapi entah kenapa kita masih saja menyangka bahwa Allah kejam ketika Dia menentukan satu takdir yang telah memaksa kita untuk menangis, satu ketetapan yang memaksa kita menjadi sendiri dan seolah tak punya arti? Kenapa? Masikah kita tidak mempercayainya bahwa Dia adalah Tuhan yang Maha Pengasih? Tuhan Yang Maha Penyayang? DanTuhan Yang Maha Bijaksana atas setiap keputusan-Nya? dan apakah Firman-Nya tidak cukup meyakinkan kita bahwa dia maha pengasih, Maha Penyayang dan Maha Bijaksana, padahal Dia sudah kelapkali mengulang kata-kata itu (Ar-Rahman, Ar-Rahim dan Al-Hakim) dalam Al-Qur’an?

Ataukah kita masih merasa bahwa rencana kita lebih baik dari rencana Allah? dan belum bisa untuk sejenak bersabar menanti detik-detik saat Allah menyibak hikmah dalam takdir yang masih kita sulit memahaminya?

Dan masihkan kita merasa kecewa ketika Allah kembali coba meyakinkan kita melalui firman-Nya,
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahu

Entah, dengan kata-kata apa saya harus menyimpulkan tulisan ini. Sejujurnya saya bingung, tentang apa yang mesti saya katakan lagi. Karena tulisan ini, seolah jadi bomerang atas sikap saya ketika menyikapi ketetapan-Nya yang sulit saya pahami saat-saat ini. Karena terkadang saya masih merasa bersedih dan seolah tak bisa menerima atas ketentuan-Nya ini. Walaupun air mata ini tak menetes, tapi air mata yang hanya mengembang di tepian kelopaknya tetap saja mengganggu pandangan, sehingga terkadang itu memaksa saya untuk mengusapnya.

Dan tak ada yang bisa saya lakukan kecuali saya harus menyerah dan ikut kemauan-Nya. seraya tetap belajar meyakini bahwa ketetapan-Nya adalah baik. karena Dia tetap Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Dan tak ada kata-kata yang bisa saya sampaikan setelah ini kecuali hanya sebuah doa,
"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami… “ (Al-Baqarah : 286)

Kamis, 01 Juli 2010

Puncak Iman

Oleh : Anis Matta Lc
Kamu takkan pernah sanggup mendaki sampai ke puncak gunung iman, kecuali dengan satu kata: cinta. Imanmu hanyalah kumpulan keyakinan semu dan beku, tanpa nyawa tanpa gerak, tanpa daya hidup tanpa daya cipta. Kecuali ketika ruh cinta menyentuhnya. Seketika ia hidup, bergeliat, bergerak tanpa henti, penuh vitalitas, penuh daya cipta, bertarung dan mengalahkan diri sendiri, angkara murka atau syahwat.

Iman itu laut, cintalah ombaknya. Iman itu api, cintalah panasnya. Iamn itu angin, cintalah badainya. Iman itu salju, cintalah dinginnya. Iman itu sungai, cintalah arusnya.

Seperti itulah cinta bekerja ketika kamu harus memenangkan Allah atas dirimu sendiri, atau bekerja dalam diri pemuda ahli ibadah itu. Kejadiaanya diriwayatkan Al Mubarrid dari Abu Kamil, dari Ishak bin Ibrahim dari Raja' bin Amr Al Nakha'i. Seorang pemuda Kufa yang terkenal ahli ibadah suatu saat jatuh cinta dan tergila-gila pada seorang gadis. Cintanya berbalas. Gadis iru sama gilanya. Bahkan ketika lamaran sang pemuda ditolak karena sang gadis telah dijodohkan dengan saudara sepupunya, mereka tetap nekat, ternyata. Gadis itu bahkan menggoda kekasihnya, "Aku datang padamu, atau kuantar cara supaya kamu bisa menyelinap ke rumahku". Itu jelas jalan syahwat.

"Tidak! Aku menolak kedua pilihan itu. Aku takut pada neraka yang nyalanya tak pernah padam!" Itu jawaban sang pemuda yang menghentak sang gadis. Pemuda itu memenangkan iman atas syahwatnya dengan kekuatan cinta. "Jadi dia masih takut pada Allah?" Gumam sang gadis. Seketika ia tersadar, dan dunia tiba-tiba jadi kerdil di matanya. Ia pun bertaubat dan kemudian mewakafkan dirinya untuk ibadah. Tapi cintanya pada sang pemuda tidak mati. Cintanya berubah jadi rindu yang menggelora dalam jiwa dan doa-doanya. Tubuhnya luluh lantak didera rindu. Ia mati, akhirnya.

Sang pemuda terhenyak. Itu mimpi buruk. Gadisnya telah pergi membawa semua cintanya. Maka kuburan sang gadislah tempat ia mencurahkan rindu dan doa-doanya. Sampai suatu saat ia tertidur di atas kuburan gadisnya. Tiba-tiba sang gadis hadir dalam tidurnya. Cantik. Sangat cantik. "Apa kabar? Bagaimana keadaanmu setelah kepergianku," tanya sang gadis. "Baik-baik saja. Kamu sendiri disana bagaimana," jawabnya sambil balik bertanya. "Aku disini, dalam surga abadi, dalam nikmat dan hidup tanpa akhir," jawab gadisnya. "Doakan aku. Jangan pernah lupa padaku. Aku selalu ingat padamu. Kapan aku bisa bertemu denganmu," tanya sang pemuda lagi. "Aku juga tidak pernah lupa padamu. Aku selalu berdoa kepada Allah menyatukan kita di surga. Teruslah beribadah. Sebentar lagi kamu akan menyusulku," jawab sang gadis. Hanya tujuh malam setelah mimpi itu, sang pemuda pun menemui ajalnya.

Atas nama cinta ia memenangkan Allah atas dirinya sendiri, memenangkan iman atas syahwatnya sendiri. Atas nama cinta pula Allah mempertemukan mereka. Cinta selalu bekerja dengan cara itu.

Rabu, 30 Juni 2010

Menjauh darimu bukanlah kemauan diriku

By : chairil musa bani

“Dari Ahmad bin Taimiyah,
Untuk Ibunda yang berbahagia,
semoga Allah menjadikan indah
pandangan mata ibu melihat karunia Allah…”

begitulah ibnu Taimiyah mengawali surat yang ia sampaikan kepada ibundannya tercinta. Dan bukan sekedar hendak menjelaskan tentang alasan kepergiannya untuk mengajarkan ilmu, tapi dalam surat yang terdiri lebih dari tiga ratus kata itu, secara khusus ia juga menyampaikan kerinduannya,

“…. Sekiranya ada burung yang bisa membawa,
Niscaya aku akan terbang menemui engkau.
Tetapi orang-orang yang pergi,
 bersama dirinya pula melekat permintaan maafnya….”

Saudaraku,
Walaupun ibnu taimiyah seorang ulama besar, tapi kita yakin bahwa keilmuannya bukanlah satu-satunya guru yang mengajar kan arti cinta dan rindunya kepada sang ibu. Karena terkadang keilmuan tidak pernah mengajarkan kepada kita arti kerinduan. Tapi kebaikan ibu dan keindahan akan kenang-kenangan di masa lalulah yang telah mengajarkan ibnu Taimiyah akan arti kerinduan itu. Karena tabiat perasaan hanya hendak merasakan sesuatu yang indah dari masa yang telah berlalu. Sehingga kalau kita sempat berfikir untuk kembali pada saat-saat indah di masa lalu, maka ketika itu, sesungguhnya kita tengah merindu. Ya, begitulah jalan rindu yang kita pahami, jalan rindu yang berawal dari sebuah prasasti kenangan di masa lalu.

Tapi apakah kita tau tentang jalan rindu ibu terhadap kita anaknya? Sebuah jalan rindu yang berada diluar jalan rindu yang kita pahami. Jalan rindu yang tak mesti di dahului akan kebaikan dan keindahan di masa lalu. Tapi jalan rindu yang justru di dahului akan harapan baik dan indah di masa yang akan datang.

Seperti seuntai senyum bahagia seorang ibu kita dulu ketika mendengar kabar akan kehadiran kita yang telah bersemayam di dalam rahimnya. Ya, seuntai senyuman yang berangkat dari kerinduan akan harapan dan keyakinan bahwa hanya kitalah yang bisa membahagiakannya nanti. Sehingga wajar jika pada akhirnya semua pengorbanan ia kerahkan untuk keselamatan kita. Kalau sebelum mengandung ia boleh memakan apa saja yang ia sukai, maka ketika ia mengandung, ia akan rela jika ternyata ia harus memakan makannan yang mungkin sebenarnya ia tak menyukainya, hanya karena sebuah alasan, bahwa makanan yang dia makan adalah juga makanan yang terbaik buat kita yang di kandungnya. Karena dia telah merasakan kehadiran kita sebelum keberdaan kita, dan dia telah mencintai kita sebelum orang-orang mengenal kita.betapapun tidak, kalau sekiranya ketika itu kita meninggal (keguguran). pasti ibu, ayah dan semua keluarga kita akan menangis dan bersedih. Tapi apakah kita tau apa yang sebenarnya mereka tangisi?  bapak dan keluarga kita mungkin akan menangis karena khawatir akan keselamatan ibu, tapi ibu kita?hanya  Ia yang menagis dan bersedih karena meninggalnya kita, malaikat kecilnya. ia tidak lagi mempedulikan dirinya sebagaimana ayah dan keluarga mempedulikannya, ia hanya memikirkan kita, sosok makhluk yang dalam dugaannya akan bisa membahagiakannya, sosok makhluk yang dalam prasangkanya akan menjadi pelipur laranya dan penyejuk jiwanya.

Saudaraku,
Di antara harapan-harapan ibu kita, entah kita berada di mana? Adakah kita adalah sosok yang bisa membahagiakannya, ataukah kita termasuk sosok yang dalam prasangkanya akan menjadi pelipur laranya dan penyejuk jiwanya? Atau kita malah tidak ada di antara harapan-harapan dan parasangka-prasangkanya?atau bahkan kita malah telah membuatnya menangis sebelum kita mampu membuatnya tersenyum? Kita malah menjadi duka laranya sebelum kita menjadi pelipur laranya?

Tidakkah kita malu kepada Rasulullah saw, seorang makhluk yang tidak dibesarkan oleh kasih sayang seorang ibu dan perhatian seorang ayah. Tapi beliau mengerti bagaimana kita harus menjaga perasaannya dan menjadi penawar bagi kesedihannya. Sebagaimana nasihat yang pernah beliau sampaikan kepada salah seorang sahabat yang telah membuat kedua orang tuanya menangis karena kepergiannya untuk hijrah, “Kembalilah kepada keduanya, buatlah keduanya tersenyum, sebagaimana kamu telah membuat keduanya menangis”.

Saudaraku,
Kalaupun rasulullah memerintahkan sahabatnya untuk kembali dari perjalanan mulianya (hijrah). Maka membahagiakan ibu dan ayah adalah semulia-mulianya perjalanan. Karena Rasulullah juga sadar, bahwa jalan cinta yang pernah mereka pernah tempuh, tidak akan pernah bisa terbalas dengan jalan cinta yang telah dan akan kita persembahkan, sekuat apapun kita mengusahakannya dan sebesar apapun kita mempersembahkannya. Sehingga wajar dalam bahasa keputus asaannya Rasulullah-pun mengajarkan kepada kita sebait doa untuk mereka,
“Ya Tuhanku, ampunilah dosaku dan dosa ayah serta ibuku, kasihanilah mereka sebagaimana kasih mereka padaku sewaktu aku masih kecil”.

Saudaraku,
Sekiranya waktu dan takdir harus memisahkan antara kita dengan ibu kita, akankah kita masih merindukannya? Masihkan kita mendoakannya? Akankah kita berkata sebagaimana ibnu taimiyah pernah menulis pada di antara bait-bait suratnya, “…Sungguh, menjauh darimu bukanlah kemauan diriku”.

Jumat, 25 Juni 2010

Ketika Allah melindungi kita

By : Chairil Musa Bani


“Paman, mengapa engkau mendo’akan banyak orang dan tidak mendoa’akan dirimu sendiri agar Allah memulihkan pandangan matamu”
Begitulah sebuah pertanyaan yang pernah di sampaikan seorang anak kecil yang bernama Abdullah bin Sa’id kepada salah seorang sahabat Rasulullah SAW yang ketika itu banyak orang yang memohon agar di do’akan  karena do’anya dianggap lebih didengar oleh Allah swt. Sahabat   Rasulullah itu bernama, Sa’ad bin Abi Waqash.

Saudaraku,
Diamlah sebentar saja. Lalu, baca dan renungkanlah bunyi perkataan Sa’ad bin Abi Waqash, sahabat Rasulullah saw yang saat menjelang wafatnya meminta dikafani dengan pakaian perangnya saat perang badar itu,”Anakku, ketetapan Allah atas mataku, yang tidak melihat, itu lebih aku sukai daripada kembalinya penglihatanku”(Madaarij As-Salikin 2/227)

Saudaraku,
seperti itulah cara Allah melindungi hambanya dari segela kesedihan atas setiap takdir yang sebenarnya secara manusiawi kita pantas bersedih karenannya. Seperti pantasnya jika Sa’ad bi Abi Waqash bersedih karena kebutaan yang di deritanya. Tapi ternyata apa? Ternyata kebahagian bagi seorang Sa’ad bin Abi Waqash adalah justru pada kebutaan yang Allah tetapkan padanya.
Ya, itu semua terjadi karena perlindungan Allah yang diberikan kepada Sa’ad bin Abi Waqash dengan cara menanamkan perasaan ridha atas setiap takdir-Nya.

 Begitulah perlindungan Allah, ia sangat kuat dan mengikat. Sekuat apapun orang berniat untuk menghancurkan kekuatan orang yang telah beri perlindungan Allah, maka ia tidak akan perna mampu menghancurkannya. Dan sepahit apapun kenyataan hidup yang menyapanya, maka itu takan mampu membuatnya bersedih karena Allah telah melindunginya dengan kesabaran.

Dan ini bukan soal tentang kuatnya orang yang dilindungin-Nya. Tapi ini adalah soal kuatnya perlindungan-Nya. Sehingga janganlah aneh ketika kita mendengar berita tentang seseorang yang dengan berani mengakhiri hidupnya hanya karena sebuah alasan, asmara putihnya kandas di tengah jalan. Dan ini terjadi karena mereka berlindung pada sebuah kenyataan bahwa kebahagian hidup bagi mereka adalah ketika bisa hidup bersama kekasih yang dicintainya itu. Ya, mereka berlindung pada selain Allah
“Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui.”(QS.Al-Ankabut : 41)

Saudaraku,
Begitulah Allah mengumpamakan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah, adalah seperti laba-laba yang membuat rumah, Mereka sangat lemah. Mereka bisa saja berlindung di balik istananya yang megah, tapi mereka tidak merasakan kebahagian karena takut kehilangan, mereka bisa saja berlindung di kursi jabatan yang tinggi, tapi hati mereka resah memikirkan bagaimana mana cara mempertahankan kursi jabatannya. Mereka bisa saja mengelabui kita, bahwa pelindung-pelindung mereka mampu membahagiakan mereka, padahal sebenarnya kebahagian mereka semu adanya.

Saudaraku,
Betapapun lemahnya sarang laba-laba, tapi entah kenapa Allah justru menjadikannya pelindung bagi Nabi-Nya dan salah seorang sahabatnya (Abu Bakar) di sebuah gua dalam perjalanan hijrahnya. Kenapa Allah tidak mengutus malaikat untuk melindunginya, Allah tidak meminta gunung untuk menjaganya, dan tidak memerintahkan halilintar untuk menyabar siapa saja yang mendekati nabi-Nya? Tapi justru hanya dengan sebuah sarang laba-laba. Padahal Allah sendiri pernah berfirman,“Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui.”

Saudaraku,
Sarang laba-laba hanyalah sebuah atribut keduniawian, yang Allah jadikan perantara sebagai pelindung nabi-Nya di taman hijrah. Dan kekuatan bukahlah berasal dari sebuah sarang laba-laba yang telah melindungi nabi-Nya. Karena mudah saja bagi musuh menghancurkannya walaupun ketika itu ada seribu lapis sarang laba-laba yang melindunginya. Tapi kekuatan itu berasal daripada perlindungan Allah semata, terlebih ketika itu sang Nabi telah mencoba meyakinkan sahabatnya akan sebuah keyakinan bahwa mereka berada dalam lindungan-Nya dengan berkata, “jangalah kamu takut, dan janganlah kamu bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita”

saudaraku
apapun yang yang melekat pada diri kita saat ini adalah sekedar atribut keduniawian semata. Baik itu harta kita, jabatan kita dan keadaan kita. Sedikit apapun harta yang kita miliki saat ini, tetaplah minta perlindungan Allah dengan qona’ah. Karena cukup itu relative, tapi merasa cukup (qona’ah) hanya mengenal satu rasa, satu bahasa dan, satu makna. sesempit dan sepahit apapun kenyataan hidup yang tengah kita jalani, tetapah minta perlindungan Allah dengan bersabar dan berpasangka baik atas ketentuan-Nya. Karena hanya itulah yang bisa mengantarkan kita pada sebuah keadaan bahwa kita masih kuat dan tetap bisa bertahan. dan Serendah apapun jabatan dan status pekerjaan kita, tetaplah minta perlindungan Allah dengan niat yang baik karena-Nya. Karena walaupun kita hanya seorang tukang sapu, itu akan bernilai ibadah ketika kita memulai itu semua dengan niat baik karena-Nya.

Dan kalau sekira kita termasuk orang yang berhasil atas semua keadaan tersebut. Maka tetaplah kita berlindung kepada Allah dari kesombongan dan keangkuhan, sebagaimana Allah pernah mengajarkan nabi-Nya untuk berlindung dari kedua hal itu ketika pembebasan kota makkah.
“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.”(QS. An-Nasr : 1-3)

Ya, dengan memuji dan memohon ampun kepada-Nya. Karena hanya dengan memuji kita berarti mengakui bahwa kita takkan pernah berhasil kecuali tanpa pertolongan dan perlindungan-Nya. Dan dengan beristigfar, itu bisa membersihkan kita dari kekhilafan hati yang mungkin sempat terbesit perasaan bangga dan berjasa atas keberhasilan yang telah tercapai.

Saudaraku,
Tahukah kita bagaimana keadaan Rasulullah ketika beliu tengah memasuki kota makkah pada saat peristiwa pembebasan kota Makkah itu? Beliu tertunduk ! beliau sadar bahwa tak ada yang pantas beliau sombongkan atas kebarhasilan yang telah Allah berikan, sesadar beliau atas perlindungan Allah ketika melindunginya dari kepungan orang-orang kafir qurais di rumahnya dengan mengaburkan pandangan mata mereka. Dan sesadar beliau atas perlindungan Allah ketika di gua tsur dalam perjalanan hijrahnya.

Saudaraku,
Adakah kita sadar atas perlindungan-perlindungan yang pernah Allah berikan kepada kita sebagaimana sadarnya beliau akan perlindungan-perlindungan-Nya? Masikah kita menafikan tentang indahnya perlindungan Allah ketika kita masih masih kanak-kanak? Di saat ibu, bapak, dan semua manusia tertidur, sementara Allah tak pernah tertidur dan selalu menjaga kita? Dan untuk menjaga kita, Dia juga telah menitipkan rasa cinta dan sayang kepada seorang manusia, yang kita diajarkan untuk memanggilnya ‘ibu’.  Sehingga kalau ada saat-saat dimana kita merindukan detik-detik indah ketika ibu memanjakan kita dengan ciuman lembut cintanya dan pelukan hangat kasih sayangnya, maka ingatlah juga, bahwa itu adalah salah satu di antara saat-saat ketika Allah melindungi kita.

wallahu a'lam bisshawaf

Selasa, 15 Juni 2010

Kepada Lebah, Kita Belajar Tentang Cinta

Oleh : Chairil Musa Bani


Kepada lebah, Allah pernah memberikan sebuah kepercayaan untuk menjadi contoh bagi hamba-hamba-Nya. Tentang bagaimana mengambil sesuatu yang baik, sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang terbaik. “Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia, kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.” (QS. An-Nahl 68-69)

Dan adalah ilmu, merupakan sesuatu yang baik yang mungkin tengah kita raih, walupun akhirnya terkadang kita menjadi bingung tentang kenapa ilmu yang kita dapat seolah tidak terlalu mempengaruhi sikap kita untuk bisa menjadi lebih baik dari sebelumnnya. Ya, kita telah berusaha mengambil sesuatu yang baik sebagaimana lebah, tapi kenapa kita belum bisa menghasilkan sesuatu yang baik sebagaimana lebah?.

Jawabannya, ada pada bagaimana lebah mematuhi semua perintah Tuhannya, sebagaimana yang telah tersebut pada QS. An-Nahl 68-69 di atas. Mulai dari dari bagaimana lebah mematuhi tentang dimana dia mesti membuat sarangnya, tentang apa saja yang yang mesti dimakannya dan tentang keharusannya menempuh jalan Tuhannya. Hingga akhirnya Allah pun berfirman “….Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia….”

Begitu pula dalam masalah keilmuan, ada serangkaian aturan yang mesti kita tataati sehingga dia bisa di katakan bermaanfaat dan memberikan arti. Dan serangkain aturan itu tergambar dalam sebuah firman-Nya,“Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan.”(QS. Ath-Thariq : 5)
Dari ayat di atas kita di perintahkan untuk ‘memperhatikan’ tentang bagaimana penciptaan manusia. Dan makna memperhatikan pada ayat ini tidak hanya sekedar memperhatikan dengan mata (indra)saja. Karena apalah artinya penglihatan yang sesudahnya tidak difikirkan(dengan akal) dan di renungkan (dengan hati) kecuali hanya akan mengantarkan kepada keburukan, ” Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat.” (Al-Baqarah : 7)

Kalau kita melihat pengertian dari ayat di atas, setidaknya ada tiga unsur yang mesti kita gunakan dalam menuntut ilmu sehingga ia bisa dikatakan bermanfaat, yaitu : indra, akal, dan hati.

Yang pertama indra,
Setuju atau tidak setuju, ternyata kita semua harus sepakat bahwa indra merupakan perangkat pertama yang kita butuhkan ketika kita hendak menuntut ilmu. Minimal, kita membutuhkan satu indra yang berfungsi dengan baik. Kalau kita adalah orang yang tuli, maka kita masih bisa mendapatkan ilmu melalui indra penglihatan (mata), mungkin dengan membaca buku atau dengan membaca bahasa isyarat. seandainya kita adalah orang yang buta, maka kita masih bisa mendapatkan ilmu dengan mendengar.Dan jika ternyata kita adalah orang buta dan juga tuli, maka kita masih bisa mendapatkan ilmu melalui indra peraba, mungkin dengan membaca huruf braile. Tapi ketika semua indra ini tidak berfunsi maka dengan apa lagi kita bisa mendapatkan ilmu? Kecuali Allah memang benar2 berkendak memberikan ilmu tanpa melaui perantara indra (keajaiban).

Yang kedua Akal,
Setelah ilmu bisa masuk melaui pintu pertamanya(indra) maka ia akan mampir di ruangan pertamanya(akal), untuk diproses menjadi sebuah pemahaman. dan peran akal ini tak kalah penting sebagaimana indra. Karena tanpa melaui proses pada ruangan pertamanya, ia tidak akan bisa berlanjut pada ruang selanjutnya(hati) dan kalo saja akal kita ini tidak sempurna, maka mungkin kita lebih pantas dan layak dipanggil orang gila.

Yang terakhir Hati,
Kalau saja setiap orang mau melajutkan proses dari perjalanan ilmu yang ia dapatkan sampai kepada ruangan terakhir ini(hati) untuk diproses menjadi sebuah perenungan. Mungkin tidak akan ada orang2 pintar yang dengan kepintarannya justru dia mengambil hak-hak yang memang bukan miliknya(koruptor). Dan tidak akan ada lagi orang-orang yang mengaku pandai dengan ilmunya, berkata ketus dengan ucapanya yang menbid’ah dan menyesatkan saudaranya, atau menatap sinis saudaranya yang dalam pandangannya, shalat dan ibadah mereka tidak sesuai dengan Sunnah Nabi SAW(walau pun hal itu sebenarnya masih bisa didiskusikan).

Karena ketika ilmu telah sampai ke hati, maka setiap ucapannya, tatapannya dan tingkah lakunya semuanya berangkat dari hati. Dan tidaklah sesuatu yang berangkat dari hati kecuali itu indah. Karena ucapan yang berangkat dari hati adalah tutur kata yang santun, tatapan yang bermula dari hati adalah pandangan yang memancarkan kasih sayang, dan tingkah laku yang berasal dari hati adalah perilaku yang menebarkan kebaikan dan manfaat bagi orang-orang yang ada di sekelilingnya. Tak ubah layaknya seperti lebah, “….Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia….”

Dan akhirnya.. kepada lebah kita belajar tentang arti sebuah ketaatan, kepadanya pula kita belajar tentang bagaimana mencintai sesama dengan berbagi dan darinya pula, kita pun jadi terpikir untuk memaksimal kinerja hati : dengan merenungi penciptaan-Nya  dan belajar mencintai semua makhluk-Nya

Senin, 14 Juni 2010

Narasi Muhammad

Oleh : Anis Matta Lc


“Aku bisa berdoa kepada Allah untuk menyebuhkan butamu dan mengembalikan penglihatanmu. Tapi jika kamu bisa bersabar dalam kebutaan itu, kamu akan masuk syurga. Kamu pilih yang mana?”

Itu dialog Nabi Muhammad dengan seorang wanita buta yang datang mengadukan kebutaannya kepada Beliau, dan meminta didoakan agar Allah mengembalikan penglihataannya. Dialog yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Ibnu Abbas itu berujung dengan pilihan yang begitu mengharukan, “saya akan bersabar, dan berdoalah agar Allah tidak mengembalikan penglihatanku”.

Beliau juga bisa menyembuhkan seperti Nabi Isa, tapi beliau menwarkan pilihan lain: bersabar. Sebab kesabaran adalah karakter inti yang memungkinkan kita survive dan bertahan melalui rintangan kehidupan. Kesabaran adalah karakter orang kuat. Sebaliknya, tidak ada jaminan bahwa dengan melihat, wanita itu bisa melakukan lebih banyak amal shalih yang bisa mengantarkannya ke syurga. Tapi di sini, kesabaran itu adalah jalan pintas ke syurga. Selain itu, penglihatan adalah fasilitas yang kelak harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah, karena fasilitas berbanding lurus dengan beban dan pertanggungjawaban. Ada manusia, kata ibnu taimiyah, lebih bisa lulus dalam ujian kesulitan yang alatnya sabar ketimbang ujian kebaikan yang alatnya adalah syukur.

Nabi Muhammad juga berperang seperti nabi Musa. Bahkan malaikat jibrilpun pernah meminta beliau menyetujui untuk menghancurkan thoif. Tapi beliau menolaknya sembari mengucurkan darah dari kakinya beliau malah bali berdo’a, “Saya berharap semoga Allah melahirkan dari tulang sulbi mereka anak-anak yang menyembah Allah”

Muhammad bisa menyembuhkan seperti isa, juga bisa membelah laut seperti Musa. Bahkan bulan pun bisa dibelahnya. Muhammad punya dua jenis kekuatan itu: soft power dan hard power. Muhammad mempunyai semua kekuatan yang pernah diberikan kepada seluruh Nabi dan Rasul sebelumnya. Tetapi beliau selalu menghindari semua penggunaannya sebagai alat untuk meyakinkan orang kepada agama yang dibawannya. Beliau memilih kata. Beliau memilih narasi, karena itu mukjizatnya adalah kata: Al-Qur’an. Karena itu sabdanya di atas semua kata yang mungkin diciptakan oleh manusia.

Itu karena narasi bisa menembus tembok penglihatan manusia menuju pusat eksistensi dan jantung kehidupannya: akal dan hatinya. Jauh lebih dalam daripada apa yang mungkin dirasakan manusia yang kaget terbelalak seketika saat menyaksikan laut terbelah, atau saat menyaksikan orang buta melihat kembali.

Senin, 07 Juni 2010

Wanita Yang Allah Kenal

Oleh : Chairil Musa Bani


Pada dasarnya wanita diciptakan sebagai makhluk yang pemalu. Dan dari dasar penciptaan-Nya ini Allah ternyata telah menetapakan satu ketentuan agama yang sangat cocok untuk makhluknya yang pemalu ini. Yaitu perintah untuk menutup aurat(berhijab). Kalau saja setiap wanita tetap berada pada fitrah penciptaannya, mungkin perintah ini, tidak lagi diartikan sebagai sebuah perintah yang dibebankan kepadanya. Tapi lebih kepada sebuah pertolongan yang selalu bisa menenangkannya.

Dan dalam sebuah kesempatan, Allah swt pernah bercerita tentang makhluknya yang pemalu ini dalam QS. Al-Qashash [28]: 23-24. "Dan tatkala ia (Musa) sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan ternaknya, dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambatnya.
Musa berkata 'Apakah maksudmu dengan berbuat begitu?'
Kedua wanita itu menjawab, 'Kami tidak dapat meminumkan ternak kami, sebelum penggembala-penggembala itu memulangkan ternaknya, sedang bapak kami adalah orang tua yang sudah lanjut umurnya.'
Maka Musa memberi minum ternak itu untuk menolong keduanya."
Perhatikanlah! bagaimana bagusnya sifat kedua wanita ini, mereka malu berdesak-desakkan dengan kaum lelaki untuk meminumkan ternaknya.

Tidak hanya sampai disitu kebagusan akhlaq kedua wanita tersebut, lihatlah bagaimana sifat mereka tatkala datang untuk memanggil Musa 'Alaihissalam; dalam kelanjutan QS. Al-Qashash [28]:25,

"Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan dengan penuh rasa malu, ia berkata, 'Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberi balasan terhadap kebaikanmu memberi minum ternak kami."

Ayat ini menjelaskan bagaimana seharusnya kaum wanita berakhlaq dan bersifat malu. Allah menyifati wanita yang mulia ini dengan cara jalannya yang penuh dengan rasa malu dan terhormat.
Amirul Mukminin Umar bin Khaththab Radhiallahu 'anhu mengatakan terkait ayat diatas: "Gadis itu menemui Musa 'alaihissalam dengan pakaian yang tertutup rapat." (Tafsir Ibnu Katsir, 3/360)

Betapapun mungkin telah banyak wanita yang memisah diri dari barisan fitrah yang telah Allah gariskan, tapi tetap saja, hubungan antara keindahan dan si pemalu ini tak pernah terpisahkan dari cerita-cerita yang pernah Allah kisahkan. Mungkin seperti hubungan antara wanita pemalu yang bernama maryam, dengan kesucian. sebagaimana yang pernah Allah ceritakan dalam sebuah surat yang diambil dari dari sebuah nama seorang wanita yang pemalu (surah Maryam).

Dan itulah kenapa dalam sebuah firman-Nya, Allah seolah mengakui betul kerberadaan si pemalu ini, yaitu ketika Dia tengah berjanji akan pendamping hidup para penghuni syurga.
“Demikianlah. Dan Kami berikan kepada mereka bidadari”.(QS. Ad-Dukhaan:54)
Kalau sekilas kita melihat ayat yang telah di sampaikan diatas, mungkin kita akan mendapatkan seolah Allah justru meniadakan keberadaan wanita. Tapi padahal sebenarnya, Allah justru sangat mengakui keberadaannya. Karena dalam fitrah manusia, kita telah sama-sama mengetahui bahwa laki-laki adalah pihak yang berani secara terang-terangan menyatakan ketertarikan kepada wanita, sementara wanita? Adalah pihak yang cenderung takut dan malu-malu dalam menyatakan ketertarikannya terhadap laki-laki. sehingga terbayanglah oleh kita tentang merah semunya wajah seorang wanita ketika kita tengah berbicara tentang laki-laki yang dicintainya, terlebih-lebih untuk sebuah iming-iming laki-laki syurga yang memang sangat pantas dan patut untuk diridukannya. dan sekali lagi, ini bukanlah soal tentang wanita yang tidak akan mendapatkan pendamping hidup di syurga, karena toh pada akhirnya setiap penghuni syurga itu akan memiliki pasangannya masing-masing. tapi ini tentang seharusmya menjadi seorang wanita diatas muka bumi
Demikianlah sekilas tentang gambaran wanita yang Allah kenal, wanita yang Allah jadikan suri tauladan bagi seluruh wanita yang ada, dan wanita yang dianggap keberadaannya ketika Dia berbicara tentang syurga-Nya.
Wanita yang Allah kenal itu, adalah wanita yang memiliki rasa malu.
wallahu a'lam bishawaf

Selasa, 01 Juni 2010

Biografi Al-Imam Al-Bukhari

Buta di masa kecilnya. Keliling dunia mencari ilmu. Menghafal ratusan ribu hadits. Karyanya menjadi rujukan utama setelah Al Qur’an. Lahir di Bukhara pada bulan Syawal tahun 194 H. Dipanggil dengan Abu Abdillah. Nama lengkap beliau Muhammmad bin Ismail bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari Al Ju’fi.

Beliau digelari Al Imam Al Hafizh, dan lebih dikenal dengan sebutan Al Imam Al Bukhari. Buyut beliau, Al Mughirah, semula beragama Majusi (Zoroaster), kemudian masuk Islam lewat perantaraan gabenor Bukhara yang bernama Al Yaman Al Ju’fi. Sedang ayah beliau, Ismail bin Al Mughirah, seorang tokoh yang tekun dan ulet dalam menuntut ilmu, sempat mendengar ketenaran Al Imam Malik bin Anas dalam bidang keilmuan, pernah berjumpa dengan Hammad bin Zaid, dan pernah berjabatan tangan dengan Abdullah bin Al Mubarak.

Sewaktu kecil Al Imam Al Bukhari buta kedua matanya. Pada suatu malam ibu beliau bermimpi melihat Nabi Ibrahim Al Khalil ‘Alaihissalaam yang mengatakan, “Hai Fulanah (yang beliau maksud adalah ibu Al Imam Al Bukhari, pent), sesungguhnya Allah telah mengembalikan penglihatan kedua mata putramu karena seringnya engkau berdoa”. Ternyata pada pagi harinya sang ibu menyaksikan bahwa Allah telah mengembalikan penglihatan kedua mata putranya.

Ketika berusia sepuluh tahun, Al Imam Al Bukhari mulai menuntut ilmu, beliau melakukan pengembaraan ke Balkh, Naisabur, Rayy, Baghdad, Bashrah, Kufah, Makkah, Mesir, dan Syam. Guru-guru beliau banyak sekali jumlahnya. Di antara mereka yang sangat terkenal adalah Abu ‘Ashim An-Nabiil, Al Anshari, Makki bin Ibrahim, Ubaidaillah bin Musa, Abu Al Mughirah, ‘Abdan bin ‘Utsman, ‘Ali bin Al Hasan bin Syaqiq, Shadaqah bin Al Fadhl, Abdurrahman bin Hammad Asy-Syu’aisi, Muhammad bin ‘Ar’arah, Hajjaj bin Minhaal, Badal bin Al Muhabbir, ‘Abdullah bin Raja’, Khalid bin Makhlad, Thalq bin Ghannaam, Abdurrahman Al Muqri’, Khallad bin Yahya, Abdul ‘Azizi Al Uwaisi, Abu Al Yaman, ‘Ali bin Al Madini, Ishaq bin Rahawaih, Nu’aim bin Hammad, Al Imam Ahmad bin Hanbal, dan sederet imam dan ulama ahlul hadits lainnya. Murid-murid beliau tak terhitung jumlahnya. Di antara mereka yang paling terkenal adalah Al Imam Muslim bin Al Hajjaj An Naisaburi, penyusun kitab Shahih Muslim.

Al Imam Al Bukhari sangat terkenal kecerdasannya dan kekuatan hafalannya. Beliau pernah berkata, “Saya hafal seratus ribu hadits shahih, dan saya juga hafal dua ratus ribu hadits yang tidak shahih”. Pada kesempatan yang lain belau berkata, “Setiap hadits yang saya hafal, pasti dapat saya sebutkan sanad (rangkaian perawi-perawi)-nya”.Beliau
juga pernah ditanya oleh Muhamad bin Abu Hatim Al Warraaq, “Apakah engkau hafal sanad dan matan setiap hadits yang engkau masukkan ke dalam kitab yang engkau susun (maksudnya : kitab Shahih Bukhari -red)?” Beliau menjawab, ”Semua hadits yang saya masukkan ke dalam kitab yang saya susun itu sedikit pun tidak ada yang samar bagi saya”.

Anugerah Allah kepada Al Imam Al Bukhari berupa reputasi di bidang hadits telah mencapai puncaknya. Tidak mengherankan jika para ulama dan para imam yang sezaman dengannya memberikan pujian (rekomendasi) kepada beliau. Berikut ini adalah sederet pujian (rekomendasi) termaksud: Muhammad bin Abi Hatim berkata, “ Saya mendengar Abu Abdillah (Al Imam Al Bukhari) berkata, “Para sahabat ‘Amr bin ‘Ali Al Fallaas pernah meminta penjelasan kepada saya tentang status (kedudukan) sebuah hadits. Saya katakan kepada mereka, “Saya tidak mengetahui status (kedudukan) hadits tersebut”. Mereka jadi gembira dengan sebab mendengar ucapanku, dan mereka segera bergerak menuju ‘Amr. Lalu mereka menceriterakan peristiwa itu kepada ‘Amr. ‘Amr berkata kepada mereka, “Hadits yang status (kedudukannya) tidak diketahui oleh Muhammad bin Ismail bukanlah hadits”.

Al Imam Al Bukhari mempunyai karya besar di bidang hadits yaitu kitab beliau yang diberi judul Al Jami’ atau disebut juga Ash-Shahih atau Shahih Al Bukhari. Para ulama menilai bahwa kitab Shahih Al Bukhari ini merupakan kitab yang paling shahih setelah kitab suci Al Quran. Ketakwaan dan keshalihan Al Imam Al Bukhari merupakan sisi lain yang tak pantas dilupakan. Berikut ini diketengahkan beberapa pernyataan para ulama tentang ketakwaan dan keshalihan beliau agar dapat dijadikan teladan.


Abu Bakar bin Munir berkata, “Saya mendengar Abu Abdillah Al Bukhari berkata, “Saya berharap bahwa ketika saya berjumpa Allah, saya tidak dihisab dalam keadaan menanggung dosa ghibah (menggunjing orang lain)”.

Abdullah bin Sa’id bin Ja’far berkata, “Saya mendengar para ulama di Bashrah mengatakan, “Tidak pernah kami jumpai di dunia ini orang seperti Muhammad bin Ismail dalam hal ma’rifah (keilmuan) dan keshalihan”.

Sulaim berkata, “Saya tidak pernah melihat dengan mata kepala saya sendiri semenjak enam puluh tahun orang yang lebih dalam pemahamannya tentang ajaran Islam, lebih wara’ (takwa), dan lebih zuhud terhadap dunia daripada Muhammad bin Ismail.”

Al Firabri berkata, “Saya bermimpi melihat Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam di dalam tidur saya”. Beliau Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam bertanya kepada saya, “Engkau hendak menuju ke mana?” Saya menjawab, “Hendak menuju ke tempat Muhammad bin Ismail Al Bukhari”. Beliau Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam berkata, “Sampaikan salamku kepadanya!”

Al Imam Al Bukhari wafat pada malam Idul Fithri tahun 256 H. ketika beliau mencapai usia enam puluh dua tahun. Jenazah beliau dikuburkan di Khartank, nama sebuah desa di Samarkand. Semoga Allah Ta’ala mencurahkan rahmat-Nya kepada Al Imam Al Bukhari.

Sumber iLuvislam