Kamis, 08 Juli 2010

Aku ikut mauMu Tuhan

 By : chairil musa bani


“Aku adalah hamba Allah dan Rasul-Nya, aku tidak akan menentang perintah-Nya. Dan Allah tidak akan pernah menelantarkan diriku”

Hanya itu penjelasan yang bisa rasulullah sampaikan kepada para sahabat yang merasa tidak mengerti akan keputusan rasulullah yang menyapakati akan perjanjian damai dengan kafir quraisy (perjanjian hudaibiyah). Ya, Sebuah perjanjian damai yang menurut mereka hanya akan merugikan kaum muslimin. Sebuah perjanjian yang mengharuskan mereka pulang kembali pulang ke madinah sebelum bisa memasuki baitul haram (Makkah), sebuah perjanjian yang dalam salah satu poinnya di sebutkan “ jika salah seorang kafir memeluk islam, dia harus dikembalikan kepada pihak Quraisy. Tapi apabila seorang muslim murtad dan kembali kafir, maka dia berhak mendapat perlindungan dari kaum kafir Quraisy”.

Adalah rasulullah ketika itu pun tak bisa memahami apa maksud kemauan Allah sehingga memerintahkannya untuk menyepakati perjanjian damai itu. Tapi, sesulit apapun beliau memahami akan kemauan Tuhannya, ada satu hal yang sangat beliau pahami dari Tuhannya, bahwa Dia tidak akan pernah menelantarkan dirinya, ketika beliau saw mentaati perintah-Nya.
Dan ternyata benar saja, bahwa perjanjian damai itulah yang justru mengantarkan islam kepada kemenangan, yang menghantarkan Rasulullah saw dan umat islam bisa memasuki makkah dengan kebebasan dan mampu membebaskan baitul haram dari berhala-berhala dan pengaruhnya (Futhu Makkah). Betapapun tidak, karena dengan perjanjian damai itu, golongan yahudi di semenanjung arab tidak bisa lagi memanfaatkan perselisihan antara kaum muslimin dengan kafir Quraisy. Sehingga dengan itu pula umat islam bisa berkonsentrasi untuk menghancurkan duri-duri islam (yahudi), karena ketika itu orang-orang yahudi tidak pernah berhenti melakukan pernghianatan dan rekayasa terhadap islam.

Begitulah Allah, terkadang takdir-takdir-Nya sulit kita pahami. Tapi sesulit apapun kita memahaminya, Dia tidak pernah bermaksud jahat terhadap hamba-hambanya. Sesulit kita mencari rejeki diantara kais-kaisnya, mungkin Dia hendak mengajarkan kepada kita tentang betapa beratinya sesuatu yang justru orang menganggapnya tak bernilai. Dan kalau untuk hal yang tak bernilai saja kita telah dibuat-Nya bahagia, apatah lagi untuk hal-hal yang memang memiliki arti dan nilai.
Dan sesulit kita menerka tentang dimana keberadaan, bagaimana keadaan dan kapan waktu perjumpaan kita dengan pendamping hidup yang selama ini kita rindukan, mungkin Allah hendak mengajarkan tentang arti kerinduan seorang calon ibu yang menanti detik-detik kelahiran anak. Ya sebuah kerinduan yang tak di dahului oleh kebaikan sang anak tapi justru berakhir dengan pengorbanan dan penghormatan untuk sang ibu. Sehingga pada akhirnya, seperti juga ibu yang menganggap anak yang di nantinya adalah karunia, maka seperti itu pula kita menganggap pasangan yang kita nanti saat ini adalah juga karunia

Tapi entah kenapa kita masih saja menyangka bahwa Allah kejam ketika Dia menentukan satu takdir yang telah memaksa kita untuk menangis, satu ketetapan yang memaksa kita menjadi sendiri dan seolah tak punya arti? Kenapa? Masikah kita tidak mempercayainya bahwa Dia adalah Tuhan yang Maha Pengasih? Tuhan Yang Maha Penyayang? DanTuhan Yang Maha Bijaksana atas setiap keputusan-Nya? dan apakah Firman-Nya tidak cukup meyakinkan kita bahwa dia maha pengasih, Maha Penyayang dan Maha Bijaksana, padahal Dia sudah kelapkali mengulang kata-kata itu (Ar-Rahman, Ar-Rahim dan Al-Hakim) dalam Al-Qur’an?

Ataukah kita masih merasa bahwa rencana kita lebih baik dari rencana Allah? dan belum bisa untuk sejenak bersabar menanti detik-detik saat Allah menyibak hikmah dalam takdir yang masih kita sulit memahaminya?

Dan masihkan kita merasa kecewa ketika Allah kembali coba meyakinkan kita melalui firman-Nya,
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahu

Entah, dengan kata-kata apa saya harus menyimpulkan tulisan ini. Sejujurnya saya bingung, tentang apa yang mesti saya katakan lagi. Karena tulisan ini, seolah jadi bomerang atas sikap saya ketika menyikapi ketetapan-Nya yang sulit saya pahami saat-saat ini. Karena terkadang saya masih merasa bersedih dan seolah tak bisa menerima atas ketentuan-Nya ini. Walaupun air mata ini tak menetes, tapi air mata yang hanya mengembang di tepian kelopaknya tetap saja mengganggu pandangan, sehingga terkadang itu memaksa saya untuk mengusapnya.

Dan tak ada yang bisa saya lakukan kecuali saya harus menyerah dan ikut kemauan-Nya. seraya tetap belajar meyakini bahwa ketetapan-Nya adalah baik. karena Dia tetap Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Dan tak ada kata-kata yang bisa saya sampaikan setelah ini kecuali hanya sebuah doa,
"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami… “ (Al-Baqarah : 286)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar