Senin, 14 Juni 2010

Narasi Muhammad

Oleh : Anis Matta Lc


“Aku bisa berdoa kepada Allah untuk menyebuhkan butamu dan mengembalikan penglihatanmu. Tapi jika kamu bisa bersabar dalam kebutaan itu, kamu akan masuk syurga. Kamu pilih yang mana?”

Itu dialog Nabi Muhammad dengan seorang wanita buta yang datang mengadukan kebutaannya kepada Beliau, dan meminta didoakan agar Allah mengembalikan penglihataannya. Dialog yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Ibnu Abbas itu berujung dengan pilihan yang begitu mengharukan, “saya akan bersabar, dan berdoalah agar Allah tidak mengembalikan penglihatanku”.

Beliau juga bisa menyembuhkan seperti Nabi Isa, tapi beliau menwarkan pilihan lain: bersabar. Sebab kesabaran adalah karakter inti yang memungkinkan kita survive dan bertahan melalui rintangan kehidupan. Kesabaran adalah karakter orang kuat. Sebaliknya, tidak ada jaminan bahwa dengan melihat, wanita itu bisa melakukan lebih banyak amal shalih yang bisa mengantarkannya ke syurga. Tapi di sini, kesabaran itu adalah jalan pintas ke syurga. Selain itu, penglihatan adalah fasilitas yang kelak harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah, karena fasilitas berbanding lurus dengan beban dan pertanggungjawaban. Ada manusia, kata ibnu taimiyah, lebih bisa lulus dalam ujian kesulitan yang alatnya sabar ketimbang ujian kebaikan yang alatnya adalah syukur.

Nabi Muhammad juga berperang seperti nabi Musa. Bahkan malaikat jibrilpun pernah meminta beliau menyetujui untuk menghancurkan thoif. Tapi beliau menolaknya sembari mengucurkan darah dari kakinya beliau malah bali berdo’a, “Saya berharap semoga Allah melahirkan dari tulang sulbi mereka anak-anak yang menyembah Allah”

Muhammad bisa menyembuhkan seperti isa, juga bisa membelah laut seperti Musa. Bahkan bulan pun bisa dibelahnya. Muhammad punya dua jenis kekuatan itu: soft power dan hard power. Muhammad mempunyai semua kekuatan yang pernah diberikan kepada seluruh Nabi dan Rasul sebelumnya. Tetapi beliau selalu menghindari semua penggunaannya sebagai alat untuk meyakinkan orang kepada agama yang dibawannya. Beliau memilih kata. Beliau memilih narasi, karena itu mukjizatnya adalah kata: Al-Qur’an. Karena itu sabdanya di atas semua kata yang mungkin diciptakan oleh manusia.

Itu karena narasi bisa menembus tembok penglihatan manusia menuju pusat eksistensi dan jantung kehidupannya: akal dan hatinya. Jauh lebih dalam daripada apa yang mungkin dirasakan manusia yang kaget terbelalak seketika saat menyaksikan laut terbelah, atau saat menyaksikan orang buta melihat kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar